Tinggal hitungan jam. Dua tangan ini cukup untung menghitungnya. Sebuah
lembaran baru akan dibuka. Sebuah halaman kosong, bersih dari segala coretan,
halaman suci. Dimana cerita yang akan
tertulis disana hanya tuhan dan para malaikat yang tahu. Tetapi tetap saja, akulah
yang akan menulikan kisahku di sana, bagaimana huruf pertama kutuliskan,
bagaimana paragraf pertama kurangkai, itu semua bergantung padaku. Tergantung
bagaimana aku memasuki halaman baru itu. Masihkah meneruskan cerita lama, atau
benar – benar sebuah cerita baru.
Tahun ini, 2013. Banyak kejadian yang telah terjadi. Perlu satu rak
buku untuk menuliskan kisah ini. Perlu setumpuk kanvas untuk melukiskan
keindahannya. Dan memerlukan beberapa mangkok untuk menampung air mata dari
tangisku selama ini. Aku bahkan lupa huruf apa yang pertama kali kuletakkan di
halaman baru waktu itu. Begitu banyak kisah selama setahun ini. Beberapa
berakhir senyuman, banyak juga yang berakhir menjadi tangisan.
Keluarga. Lagi – lagi aku hanya memiliki sedikit kesempatan bersama
mereka. Aku mulai lupa berapa uban dikepala ayahku. Aku mulai buram soal
bagaimana lembutanna ibuku saat membelai rambutku. Tawa adek ku juga mulai
menguap dari bayangan. Tahun ini adalah tepat dua tahun aku tidak pulang
kerumah. Iya, aku menunaikan kewajiban-Nya, menuntut ilmu. Beruntungnya aku
menemukan, lebih tepatnya memiliki keluarga lain di sini. Aku menemukan
kegalakan ayahku pada sosok mas Dian. Aku juga menemukan kecrewetan ibu ku di
dalam sosok mbak Anita. Aku bahkan menemukan sosok yang tak kumiliki, kakak,
dalam sosok mas Hendri. Aku juga menemukan banyak saudara lain di sini.
Keluarga sosial bem km fmipa ugm. Bersama mereka aku tertawa, mengobati rinduku
akan tawa ibuku. Bersama mereka kami berjuang, mengingatkanku akan perjuangan ayahku
bekerja demi sekolahku.
Soal asmara. Pada awal – awal kisah di 2013 terukir indah nama
Aridianti Nisa Karima di sana, gadis dengan senyuman manis. Kisah yang panjang,
namun kisah itu harus berakhir, namanya mulai buram. Kami telah berbeda. Atau
mungkin jarak yang tidak mengizinkan kami. UGM dan UI bukanlah jarak yang
dekat. Atau mungkin kami sudah tidak memandangi langit yang sama. Kemudian
datang sosok baru dalam hidupku, gadis petualang dengan semua angka 7 miliknya
merebut hatiku. Hubungan ini sangat
singkat, tetapi memberi begitu banyak warna, juga memeras begitu banyak air
mata. Sekali lagi kisah asmaraku kandas. Aku belum memaafkan dia. Mungkin cinta
ini sudah luntur oleh asam nya benci. Semoga sebelum detik terakhir di tahun
ini aku sudah bisa memaafkan dia.
Tidak banyak yang berubah dari diriku. Aku tidak membuat resolusi besar
tahun lalu. Aku masih setia duduk di depan laptop lamaku, menonton film,
menulis beberapa tulisan aneh, tulisan setengah jadi yang kemudian tidak pernah
jadi. Aku masih pribadi yang introvert, memendam penuh perasaan. Aku juga masih
berbinar – binar jika tengah bermain futsal. Mungkin perubahan paling terlihat
adalah beberapa celana yang mulai menyempit, juga baju dan sepatu mulai
mengecil. Hahahaha ...
Halaman baru itu pasti datang. Tidak peduli aku siap atau tidak, waktu
akan terus berlalu. Aku justru mulai berandai – andai. Bagaimana bila tidak ada
jarak? Bagaimana jika tujuh tidak pernah masuk dalam deret angka ku? Aku
semakin takut menyongsong halaman baru itu. Bagaimana bila aku masih
melanjutkan kisah lama. Terbesit dipikiranku aku tidak akan membuka halaman
baru. Kemudian sesuatu dari dasar hatiku berbicara, terimalah. Terimalah
bagaimanapun masa lalumu, dialah yang membawamu sampai sini. Terimalah dia
menyakitimu saat ini, bukan nanti. Terimalah bahwa dia bukanlah yang dulu lagi.
Aku memafkanmu, masalalu ku, cerita lama ku. Aku tidak ingin masalalu
ku memberikan efek buram pada lukisan impianku yang penuh warna. Aku tidak
ingin cerita lamaku masih saja menghiasi halaman baru kisah hidupku. Aku siap
menongsong kanvas baru, aku siap menyongsong halaman baru. Aku siap 2014.!!!