14 Februari 2017

Kedamaian Yang Kau Cari Itu, Ada Di Ujung Tembok Cina!


Di dataran Asia yang  terhampar mendekati bekas negara adidaya, Uni Soviet sana, berdiri kokoh sebuah keajaiban dunia, warisan leluhur yang hingga saat ini masih saja mengundang decak kagum jutaaaan mahluk, sebut saja itu Tembok Besar Cina. Tak sekedar pajangan, bukan pula sebuah pamer kekuasaan dari sebuah dinasti, namun tembok itu bermakna lebih, tembok itu membawa harapan jutaan rakyat kerajaan kuno Cina. Harapan itu adalah keselamatan, apalagi yang lebih indah dari “rasa aman” di tengah peperangan kerajaan Cina dan suku Nomad? Cukuplah aku berbicara batuan cokelat tempat tergantungnya harapan rakyat cina waktu itu. Aku tak mencintainya, aku hanya terkagum dengannya, dengan mereka.

Lebih dari 8000km batuan tersusun rapi membentang disepanjang Cina, tiga generasi “dinasti” secara sambut - menyambut menggarap “proyek” arsitektur besar kala itu, Qin, Han, dan Ming. Akan tetapi yang membuatku terkagum bukanlah seberapa besar ataupun panjangnya, aku bukanlah seorang gadis. Yang membuatku terkagum adalah konsistensinya! Kita semua tahu, memulai sesuatu itu sangatlah mudah, yang sulit adalah menjaga konsistensinya. Tembok besar Cina tak akan semegah saat ini tanpa konsistensi dari rakyat Cina, tak sekedar pemimpin yang berganti, dinasti pun berganti. Lihat saja “Candi” Hambalang yang berada di negri kita ini, yang dibangun tanpa konsistensi namun penuh konspirasi itu! Begitu berganti kepala, proyek berhenti, “candi” terbengkalai.

Sumber
Konsistensi adalah hal yang sangat sulit untuk dicapai, beberapa waktu lalu aku sempat berusaha menulis sebuah kisah bersambung tentang detektif, memulainya begitu menyenangkan. Mencari nama, menggambarkan karekter, memilih lokasi, mencari materi, Ah! Semua begitu menegangkan, bahkan bagaimana kisah ini akan kuakhiri pun telah terlintas di kepala, namun bahkan ketika prologue belum usai tertuang di kertas, motivasi yang sempat menggebu itu lenyap, layaknya mesin 2 tak.

Aku lelaki yang punya banyak mimpi, namun aku juga hanyalah segumpal lemak yang sangat pemalas. Ah! Masih ada besok, Budiharja tak akan lari kemana walau kisahnya tak kutuliskan, tak akan ada gadis yang menyukainya, bahkan belum ada yang mengenalnya karena dia barulah tokoh dalam beberapa lembar hvs. Sempat pula kawan lama hadir mengajak untuk sebuah kolaborasi tulisan, “Terlalu banyak kisah indah di asrama yang sayang apabila tidak diceritakan pada mereka di luar sana, Teman” katanya. Namun obrolan hanyalah sebatas obrolan, sekali lagi bahan bakar habis ketika baru berjalan 5 meter dari garis start. Ah, aku ingin menggapai beberapa mimpiku Tuhan. Aku ingin ini, aku ingin itu, aku ingin segalanya, Tuhan.  Sehingga aku bisa memakan sarapan buatan Ibuku tanpa harus memikirkan apapun, absolute peace.

Baiklah… Mari kita mulai… perjalanan mencari kedaimaian ini.

2 komentar:

Pengunjung yang baik meninggalkan jejak. :)