17 Februari 2017

Seloyang Brownies Untukmu


Kamu tahu? Aku terjatuh. Aku terhempas ke dasar jurang. Terlebih lagi jatuh ini tak sekedar jatuh biasa, aku dijunjung -diangkat- terlebih dahulu ke langit ke tujuh, barulah kemudian dihempaskan, dilemparkan, secara sengaja. Aku yang tengah di bawah, tenggelam dalam kegelapan, aku menyadari bahwa di bawah sini tak ada siapapun. Tak ada yang mengulurkan tali mengangkatku, tak ada mengajakku kembali ke cahaya. Aku bahkan mulai berhenti meminta pada Tuhan, aku berfikir takdirnya terlalu kejam.  Aku menutup hatiku pada dunia, aku menutup pintu rumahku pada semuanya….
Sumber
Aku merangkak, sendirian. Memanjat, mencoba menggenggam kembali apa yang kumiliki dulu. Namun, semua telah berubah, ada yang membusuk, ada yang mati. Sayapku membusuk, api semangatku mati. Kemudian aku memutuskan, untuk meninggalkan yang membusuk dan mati, aku mencoba berjalan dengan segala yang tersisa.
Karena itulah, aku sempat meninggalkan halaman gosong ini, tahan seberapa lama sih brownies ditinggalkan tak diurus? Aku yakin jamur akan bertebaran dimana – mana, bahkan tak akan ada lagi yang tersisa.
Namun ternyata, brownies gosong yang tak pernah dibuat lagi ini masih ada beberapa orang yang setia mencarinya, merindukan brownies sebagai cemilan tak sehatnya. Ah, aku memang cerdas mendramatisir sesuatu, Bukan? Aku terjatuh? Sayapku membusuk? Hah! Zainuddin saja sanggup, kenapa aku tidak? Ah! Kalau tak bisa terbang cukuplah berjalan, memang memakan waktu lebih lama, tapi setidaknya pada akhirnya aku bisa tiba di sana.

Maaf, sudah lama aku tak memanggang brownies, sudah lama jariku tidak mengaduk huruf menyusunnya menjadi cerita. Tapi sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu, nasi yang menjadi bubur tak seburuk itu rasanya, nikmat bila disantap di pagi hari. Ah, kemarilah kawan, aku punya seloyang brownies dan segelas teh hangat di meja ini, mari nikmati senja ini di halaman rumahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik meninggalkan jejak. :)