Kamu tahu? Aku terjatuh. Aku
terhempas ke dasar jurang. Terlebih lagi jatuh ini tak sekedar jatuh biasa, aku
dijunjung -diangkat- terlebih dahulu ke langit ke tujuh, barulah kemudian
dihempaskan, dilemparkan, secara sengaja. Aku yang tengah di bawah, tenggelam
dalam kegelapan, aku menyadari bahwa di bawah sini tak ada siapapun. Tak ada
yang mengulurkan tali mengangkatku, tak ada mengajakku kembali ke cahaya. Aku
bahkan mulai berhenti meminta pada Tuhan, aku berfikir takdirnya terlalu kejam.
Aku menutup hatiku pada dunia, aku
menutup pintu rumahku pada semuanya….
Sumber |
Aku merangkak, sendirian. Memanjat,
mencoba menggenggam kembali apa yang kumiliki dulu. Namun, semua telah berubah,
ada yang membusuk, ada yang mati. Sayapku membusuk, api semangatku mati.
Kemudian aku memutuskan, untuk meninggalkan yang membusuk dan mati, aku mencoba
berjalan dengan segala yang tersisa.
Karena itulah, aku sempat
meninggalkan halaman gosong ini, tahan seberapa lama sih brownies ditinggalkan
tak diurus? Aku yakin jamur akan bertebaran dimana – mana, bahkan tak akan ada
lagi yang tersisa.
Namun ternyata, brownies gosong yang
tak pernah dibuat lagi ini masih ada beberapa orang yang setia mencarinya,
merindukan brownies sebagai cemilan tak sehatnya. Ah, aku memang cerdas
mendramatisir sesuatu, Bukan? Aku terjatuh? Sayapku membusuk? Hah! Zainuddin
saja sanggup, kenapa aku tidak? Ah! Kalau tak bisa terbang cukuplah berjalan,
memang memakan waktu lebih lama, tapi setidaknya pada akhirnya aku bisa tiba di
sana.
Maaf, sudah lama aku tak memanggang
brownies, sudah lama jariku tidak mengaduk huruf menyusunnya menjadi cerita.
Tapi sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu, nasi yang menjadi bubur tak
seburuk itu rasanya, nikmat bila disantap di pagi hari. Ah, kemarilah kawan,
aku punya seloyang brownies dan segelas teh hangat di meja ini, mari nikmati
senja ini di halaman rumahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang baik meninggalkan jejak. :)