25 April 2016

Gintama : Menangis atau Tertawa?


Pernahkah kamu tertawa ketika tengah menangis? Pernahkah kamu meneteskan air mata ketika sedang tertawa? Jika belum, dan ingin merasakannya, cobalah luangkan waktumu untuk menonton Gintama. Sebuah mahakarya dari penulis(Mangaka sebenarnya) hebat bernama Sorachi Hideaki, seorang Gorilla yang mampu mengemas sebuah TRAGEDI, menjadi  komedi.
Anime ini berkisah tentang kehidupan setelah perang besar di jaman Edo, perang antara para samurai dan penjajah(Amanto). Namun karena perbedaan teknologi dalam perang, memaksa Jepang untuk tunduk pada para penjajah. Perangpun usai, dan apa yang diambil oleh penjajah itu tampaklah tidak besar, hanyalah pedang. Namun apa yang akan terjadi ketika sebuah Negara samurai tapi tidak memiliki pedang? Dimana pedang adalah jiwa dari samurai? Ya, itu artinya adalah akhir dari era samurai. Akhir dari hidup para samurai yang tak lagi memiliki tuan, tak lagi memiliki sesuatu untuk dilindungi, tak lagi memiliki sebuah Bushido.
Namun ternyata samurai tak semuanya selemah itu, ternyata tak semua samurai bertarung demi negaranya, tak semua samurai telah kehilangan bushidonya. Shiroyasha, Sakata Gintoki, samurai dengan masalalu yang kelam, nyatanya tak pernah berubah walau jaman telah berubah, jiwanya tetaplah perak, silver soul, Gintama. Bersama dengan Kagura, Shinpachi, dan Sadaharu mereka mendirikan sebuah pekerjaan serba bisa, Yorozuya, untuk dapat bertahan di era dimana pekerjaan susah dicari. Mereka tetaplah menjadi samurai bagi diri mereka sendiri.

Cerita ini berfokus pada Sakata Gintoki, yang sejak kecil sudah menjadi yatim piatu, terpaksa mencuri makanan dari prajurit perang demi bertahan hidup, sampai akhirnya dia bertemu dengan guru yang mengajarinya berpedang, yang mengajarinya cara untuk hidup, Yoshida Shouyo. Namun romantisme Gintoki dan Shouyo tak berlangsung lama, Negara(yang telah diambil alih oleh Amanto) menganggap Shouyo adalah pemberontak, dan menangkapnya.

Disanalah semua berawal, teman – teman gintoki berusaha menyelamatkan guru mereka, Takasugi, Katsura, dkk terjun ke dalam perang. Gintoki yang sudah berjanji pada Shouyo untuk melindungi teman – temannya pun ikut pergi ke medan perang. Namun naas, dengan harapan mengambil sesuatu dari perang, mereka justru kehilangan banyak hal, teman – teman, dan gurunya sendiri. Lebih memerihkan lagi di hati adalah karena, Gintoki sendirilah yang harus membunuh gurunya yang amat dicintainya itu, demi menyelamatkan teman – temannya. Dialah yang harus menanggung dosa itu, Dialah yang pada akhirnya dibenci teman- temannya. Dia yang awalnya ingin melindungi teman – temannya dan gurunya, nyatanya justru kehilangan semuanya. Dialah samurai yang kehilangan segalanya, dialah Sakata Gintoki.
Apakah itu belum cukup menjadi tragedi bagimu? Karena di dalam anime ini banyak sekali tragedy tragedi lain, seperti kisah cinta mengharukan antara pelacur dan ajudan Shogun, seperti kisah cinta menyedihkan antara mahluk mutan yang tidak lain dalah Ibu Kagura dan Ayahnya, seperti kisah seorang adik yang harus membunuh kakaknya, seperti kisah seorang anak yang berusah mengusai kota hanya demi agar ayahnya kembali. Namun sekali lagi aku katakan, tragedy itu terkemas dalam komedi, yang akan membuatmu menangis ketika tengah tertawa, dan membuatmu tertawa ketika tengah menangis.
“Aku membenci rembulan, saat malam dia menuntunmu padakau, namun dia juga yang mengambilmu dariku saat fajar, aku berharap rembulan tak pernah tenggelam, lalu kau akan selalu berada di sini bersamaku,”
“Rembulan akan kembali bersama hadirnya malam, dan suatu saat ketika itu terjadi, aku akan membawamu pergi dari sini ketika fajar, tunggulah aku dimalam purnama selanjutnya di bawah pohon bunga sakura yang bermekaran,”
“Kau harus berjanji pakau ya!”
“Janji”
Namun puluhan tahun berlalu, rambut pelacur itu mulai memutih, tangan lelaki itu pun telah terpotong, purnama itu belum juga kunjung tiba, sakura itu belum bermekaran.
“Kamu akhirnya datang, Kekasih. Bulan purnama terakhir ini telah membawamu padaku. Namun maafkan aku, baik aku maupun sakura ini telah layu dalam penantian ini,”
“Apa yang kamu katakan? Baik itu kamu maupun sakura ini, tak pernah layu,”
“Apakah ini mimpi?”
“Tenang saja, meskipun ini mimpi, kamu tak akan pernah terbangun dari mimpi ini, karena purnama ini tak akan pernah tenggelam, kita akan selalu bersama,”

Percakapan di atas adalah salah satu cuplikan Arc favoritku. Ya, bagiku yang menyukai keindahan kata – kata, kemampuan Sorachi Hideaki dalam memilih kalimat sangatlah luar biasa, ini memang anime pertarungan, namun pertarungan ini indah, menawan, tak seperti pertarungan kekanak – kanakan anime lain. Dan yang lebih membuat ini indah adalah, anime ini terasa nyata!
Setiap tokoh dalam anime ini memiliki kekurangan, dari pemalas, stalker, saddist, hentai, penggila manisan, penggila mayones, dan sebagainya. Karena memang begitulah hakikat manusia, memiliki kekurangan sehingga dapat seling melengkapi dengan orang lain. Tidak lah seperti tokoh anime lain yang terlihat sempurna, yang selalu berkata “AKU LEBIH BAIK MATI! DARIPADA MENGHIANATI TEMANKU!” . Tokoh – tokoh anime di Gintama justru berusaha menjatuhkan satu – sama lain, tapi begitulah teman dekat, begitulah mereka menunjukkan cinta mereka.
Percayalah, tidak akan menyesal engkau menghabiskan waktu menikmati kisah ini, 316 episode dan 581 chapter memang terlihat banyak, namun ketika dirimu sudah hanyut sepertiku, justru akan semakin menyenangkan ketika masih ada 1000 episode lagi, masih ada 100.000 episode lagi. Karena pada faktanya kini aku begitu merindukan Gintama yang tengah hiatus, lebih merindukannya daripada mantan – mantanku. Hahaha.

Tapi hati – hatilah, kamu akan tertawa ketika menangis, dan menangis ketika tengah tertawa. Begitulah Gintama menyebarkan kebahagiaan. 

Redo







6 April 2016

Fniir Cywefanr!

Aqnw fnvy,

Mqjnbne tjnvd enftv. Mqjnbne nenm hqfyatinv rnvd eqjnf hnbt gnjnvy mqjnbn yvy. Mqjnbne hnwqvn mqbtn cnyh – cnyh mngn, anv nhnv mqjnjt cnyh – cnyh mngn.
Mqbudn  hnbt cymn mqjnjt cnfndyn, mqeyni mnne, aymqeyni huvaymy. Mqbudn hnbt bqvgnay mqbnhyv htne anv bnbit bqvqwenlnhnv bnmnjnf rnvd aenvd. Mqbudn hnbt etbctf bqvgnay lvyen mtiqw.
“Swyqvamfyi bnwhm n jysq qxqv buwq aqqijr efnv juvq. Juxq wymhm  aqdqvqwneyvd yveu ucmqmmyun, swyqvmfyi vqxqw nvrefyvd cte mfnwyvd”


Sumber
Eqwybnhnmyf ejnf bnt cqwethnw hnau. Eqwybnhnmyf tveth enlnbt rnvd bqvrqdnwhnv fney. Eqwybnhnmyf tveth wnbnfbbt, tveth iqatjybbt, tveth mqvrtbbt, tveth mqdnjnvrn. Eqwybnhnmyf eqjnf bqvgnay eqbnvht, eqwybnhnmyf eqjnf bqvgnay Fnvysnf Alyrnvey.



Wqau

3 April 2016

Pengecut yang Kecut!



Aku adalah pengecut cinta, pengecut yang sempat benjut karena jatuh oleh cinta. Ah, bebrapa saat aku pernah berfikir, jatuh tak seburuk itu nampaknya, semilir angin ini membuatku serasa hanyut di dalam kabut. AH! Jatuh tak seburuk itu nampaknya teman! Tak seburuk itu, sampai tulang-tulangmu merasakan kerasnya keriput – keriput aspal itu, perih di ujung jari, remuk diseluruh sanubari.
Ah! Aku ini pengecut cinta. Yang ingin dicinta, tapi tak ingin terjatuh lagi.
Ah! Aku ini pengecut cinta. Yang ingin bersamanya, tapi tak pernah percaya pada janji manusia lagi.

Ah! Aku ini pengecut cinta. Yang mencinta dalam senyap, yang mencinta tapi tak pernah jatuh, hingga akhirnya semua lenyap.

Asing Biarlah Tetap Menjadi Asing


Senyum itu dingin. Layaknya gemuruh angin di Gunungkidul ketika menjelang hujan disertai kabut, menusuk dari ujung rambut, hingga sudut hati yang paling sudut, dingin, tapi membuatmu nyaman dan ingin tertidur. Ah, itulah senyummu wahai mahakarya sang Pencipta, itulah senuyummu yang mengalihkan pagiku hari ini.
Dedaunan yang gugur di sekitarku lah saksinya wahai mahakarya sang Pencipta. Tanyakan saja pada mereka, betapa duniaku telah dialihkan oleh senyum itu, senyum yang beberapakali sempat menghangat berkat ulah beberapa camar di atas sana yang menuangkan beberapa cairan putih kepada beberapa sanak temannya.
Ah!Wahai engkau sang mahakarya sang Pencipta, bolehkah aku bertanya siapa namamu? Bolehkah aku berjalan menemanimu pulang? Bolehkah aku menggantikanmu memunguti dedaunan itu? Bolehkah aku mengagumimu?
Itu adalah beberapa pertanyaan yang sempat muncul dalam pikiran, namun tak pernah berhasil mewujudkan diri menjadi nada yang dapat dipahami oleh manusia, hanya menjadi beberapa gelombang bentuk komunikasi antara hati dan otak. Ah! Aku masihlah pengecut cinta, ingin dicinta, namun tak mau terjatuh lagi, tak mau terluka lagi.

Sumber
Ah, tuhan… inikah seberkas cahaya yang kau kirimkan kepadaku manusia pengecut yang terkurung dalam gelapnya dasar kawah? Atau ini hanyalah perangkap yang kau siapkan? Mengangkatku ke atas untuk kemudian membanting dengan lebih keras?
Biarlah tetap begini, dia bukanlah cahayaku, bukan pula perangkap untukku, dia hanyalah sebuah mahakarya sang Pencipta. Biarlah… biarlah… semua tetap begini, tetap menjadi asing satu sama lain.

Karena pada dasarnya, asing adalah karunia terindah Tuhan untuk kita, dengan menjadi asing, tak akan ada prasangka, yang ada hanyalah kekaguman ini. Tak ada janji yang akan diingkari, karena memang tak pernah ada janji. Tak ada yang menunggu, karena memang tak pernah berharap untuk dipertemukan. Tak ada yang akan tersakiti, tak ada yang akan patah hati, karena memang kita hanyalah orang asing satu sama lain.
Biarlah asing tetap menjadi asing, itu lebih baik. Lebih baik daripada sepasang kekasih yang telah usai masanya, kemudian kembali menjadi asing. Asing biarlah menjadi asing.

Terimakasih wahai engkau mahakarya sang Pencipta yang mengalihkan duniaku pagi ini. Terimakasih telah menjadi asing yang tetap asing…

Redo. 
Yang mungkin asing bagimu.