Sekali lagi, kota ini memberi sesuatu
untuk dikenang, namun kali ini bukanlah kulinernya, bukanlah suasananya, bukan
juga panoramanya. Yang terkenang kali ini adalah pendatang. Pendatang yang
bahkan tak ku kenal sebelumnya, kini menjadi terkenang.
Lebih dua tahun sudah, saat aku
berjumpa dengannya di depan sebuah kampus negri di kota ini berkat tuntunan
seseorang. Usang, ingatan itu sudah semakin using, bagaimana dengan lucunya aku
yang lebih muda dipanggilnya “mas”. Siapa yang tak tersipu dipanggil mas, siapa
yang tak malu disapa dengan santunnya. Ingatanku tak begitu pasti lagi soal
kejadian waktu itu, baju yang dipakainya, bawaan yang dibawanya, yang kuingat
adalah tujuannya datang ke kota ini. Akan berjuang masuk ke universitas negri
kota ini, begitulah titahnya, aku tak pernah tau jika mungkin dia
menyembunyikan niat lain. Niat jalan – jalan mungkin, ya justru sebelum ujian dia
mau aku ajak mengelilingi sebagian jalanan kota ini yang juga masih terlalu
asing bagiku. Anak mana sih yang datang ke kota ini tanpa ada niat jalan –
jalan, tanpa ada niat foto – foto?
Suasana museum yang sepi tepatlah
sebagai gambaran suasana diantara kita, aku pendiam dia pun pendiam. Yang mampu
mencairkan suasana mungkin kamera yang dibawanya, beberapa kali dia minta
difoto oleh amatir sepertiku. Ah, kenapa pertemuan singkat tak sampai sehari
bisa begini berbekas, kenapa pertemuan minim pembicaraan ini mampu berkesan? Hanya
pertanyaan – pertanyaan tanpa jawaban yang kemudian muncul satu – persatu.
Kamu penasaran dengan dia? Ingin tahu
namanya? Ah, bukankah di paragraf ke-2 dan ke-3 aku sudah memampang namanya
dengan besar! Layaknya kapital.
Tulisan setengah jadi Januari lalu.