Berbicara tentang dia, maka dialah yang merobek topeng, namun terkadang dia pula yang memahat topeng di wajah. Yang mampu meruntuhkan tembok - tembok bebatuan besar di cina, juga tembok - tembok mungil di hati manusia.
Pada awalnya, dunia perkuliahan sangat lah indah. Dikelilingi banyak teman, rekan, hingga mantan, setiap ada kesempatan selalu digunakan untuk jalan – jalan, menyenangkan. Namun dia berlalu, pergi tanpa permisi. Setiap kali dia berlalu, dia sedikit demi sedikit mengikis topeng topeng yang digunakan oleh teman, rekan, juga mantan. Memperlihatkan wajah asli mereka, memperlihatkan taring mereka yang selama ini hanya mereka tunjukkan di belakang kita. Di balik topeng itu juga mulai terdengar bau - bau busuk tentang kita yang selalu mereka bicarakan di belakang kita.
Saat itu jugalah dengan paksa, dia dengan sangat perlahan mulai memahat topeng ke wajah kita. Topeng berbentuk senyuman yang dengan paksa dipahat di atas daging dan tulang kita, yang pada akhirnya topeng itulah yang selalu kita tunjukkan pada teman, rekan, juga mantan. Perih, bukan di wajah, namun di hati. Hati yang sedih, suaranya tak di dengar wajah.
Sumber |
Ah, dia, sang waktu. Dia terus saja berlalu tanpa permisi, semakin aku sadar bahwa semakin lama aku kuliah, semakin terlihat bahwa wisuda masih jauh. Bapak, Ibu, maaf.