Kita terlahir
membawa sebuah peran yang telah digariskan, sebagai khalifah, begitulah yang
dijelaskan dalam agamaku. Tak ada manusia yang terlahir jahat, tak ada manusia
yang terlahir baik, semua terlahir sebagai khalifah. Sebuah peran yang telah
diberikan oleh Sang Sutradara. Diberikan. Kita tak bisa memilih, kita hanyalah
pemeran.
Selalu ceria
semasa kecil, berlari kesana – kemari tanpa peduli kotornya baju. Cukup cerdas
untuk beberapa kali memperoleh juara kelas, cukup sadis untuk dapat memimpin
beberapa temannya. Waktu berjalan melewati, dia tumbuh menjadi seorang pendiam
yang penuh dendam, beberapakali menjadi scapegoat bagi temannya. Tak pernah
terlihat marah, karena selalu marah. Akan tetapi di sekitar sanak sedarahnya,
dia seorang yang rajin juga sopan.
Begitulah dia. Memainkan
sebuah peran yang berbeda di momen yang berbeda. Memainkan peran yang berbeda
ketika orang yang dihadapinya berbeda. Dia selalu ceria ketika kecil, meski
terdapat beberapa bekas memar di punggungnya. Dia selalu terlihat ramah, tak
pernah marah, meski sebenarnya dia sedang marah. Begitulah dia memainkan peran,
begitulah dia berbohong.
sumber |
Bukan hanya dia,
aku, kamu, bahkan mereka, juga berbohong, demi peran yang dimainkan. Kamu dengan make up mu, kamu dengan
trik kameramu. Kamu yang anggun di luar, kuat disekitar temanmu, namun cengeng
dipangkuan Ibumu. Aku yang pendiam bila kamu tak disekitarku, namun menggila
ketika kamu hadir. Mereka yang memuji mu di depanmu, namun menusukmu di hadapan
orang lain. Kita semua pembohong, karena kita hanyalah berperan.
“Kamu adalah
pembohong yang baik, setidaknya lakukan lah hal yang baik,” ungkap Dazai. Jadi, berbohonglah layaknya seorang Bapak dan Ibu,
“Santaplah tempe itu hingga habis, Nak. Bapak dan ibu mu sudah kenyang,”
Inspired by How
To Become Myself.
Begitulah peran, tak luput dari kebohongan :)
BalasHapus