29 Januari 2013

Tatapan Sendu Pada sang Bulan

  Aku yakin bukan sebuah kebetulan bulan di malam ini terlihat indah, bukan seuah kebetulan pula aku tengah berada di Gunung Kidul, sebuah dusun terpencil di bagian selatan Jogja. Sebuah dusun yang sangat gersang, banyak daun Jati yang menghiasi bebatuan kapur tempatku berpijak. Aku yakin ini adalah sebuah takdir yang tuhan tunjukan padaku.

  Bulan ini mengingatkanku pada tanggal itu, 19 Februari, aku agak buram soal tanggal, tapi itulah yang tergambar di ingatanku, 19 Februari 2012. Sebuah takdir pula lah yang membawaku ke puncak Bogor, dalam sebuah villa bersama sekitar 36 bulu bulu sayap sek4wan. Semua terekam dengan jelas. Peristiwa-peristiwa di tempat inilah yang merubahku secara keseluruhan. Tak perlu kuceritakan bagaimana diriku, bagaimana perubahan yang kualami. Belum saatnya pula aku bercerita tentang perjalananku di asrama. yang harus kalian tau bahwa di tempat ini aku berubah. Saat itu aku menangis tanpa paksaan, menangis dari hati, memaafkan dari hati, menerima dari hati, ya aku menerima pelukan 36 teman-teman sek4wan. Aku tak tau seperti apa bentuk wajahku saat itu, hujan yang sudah ku usahakan untuk tidak keluar justru pada akhirnya menjadi hujan deras dari mataku. Hujan yang memicu hujan-hujan lain, hujan dari temanku, teman yang merasakan apa yang kurasakan. Aku tak peduli bila ada yang menertawakan kami saat itu, itu adalah saat kami melepaskan semua beban, itu adalah saat kami memaafkan masa lalu kami, itu adalah saat kami berbagi sugesti untuk meraih cita-cita. Setiap orang yang meneriakkan cita-citanya maka akan kami teriakan YES dengan lantang, memberikan sebuah keberanian untuk terus bermimpi. Semustahil apapun mimpi itu.

  Saat itu pulalah aku meneriakkan mimpiku, aku ingin mengunjungi luar angkasa. sebanyak 35 orang berteriak YES. Dan aku tau saat itu bahwa aku bisa melakukannya. Tanpa ragu aku memasang foto-foto luar angkasa dalam "dream book" milikku. Teman-temanku juga membuat sebuah dream book masing-masing. Menempel gambar mimpi-mimpi mereka. Kami sangat percaya bahwa kami bisa meraih mimpi-mimpi itu. Aku masih ingat di lembar pertamaku adalah mimpiku untuk kuliah di UNITEN Malaysia. Yang pada akhirnya tidak tercapai. Dan di lembar-lembar selanjutnya banyak terdapat gambar keindahan luar angkasa, bulan, Saturnus, Uranus, pesawat ulang alik, dan banyak lagi. Saat itu aku dengan bangga memegang dream book itu.

  Lalu kini aku berusia 17 tahun 11 bulan, hampir tepat satu tahun sejak aku membuat dream book itu, dan dalam selama waktu itu pulalah keyakinanku akan mimpiku mulai terkikis. Keyakinanku akan mimpi-mimpiku mulai rontok satu persatu. Tidak ada lagi 35 orang yang merangkulku untuk meneriakan YES untuk setiap mimpiku. Kini aku hanyalah laki-laki yang kehilangan arah. Laki-laki yang tak tau bagaimana cara meraih mimpinya, laki-laki yang hanya mampu menatap bulan dengan sendu.

Gunung Kidul, 28 Januari 2013.