Sudut
matanya sempit, menggambarkan dengan jelas bahwa dia memiliki darah Asia. Kulitnya jernih layaknya orang–orang cina lainya. Wajahnya
cantik, cantik yang menentramkan hati. Dia juga sudah sangat dewasa
dalam usianya. Ini bukanlah kisah asmaraku. Ini adalah tentang gadis
mungil yang kutemui di kelas Kemipaan-10, gadis manis yang semanis
kayu manis.
Tak banyak yang kuketahui dari dirinya. Aku ada di barisan belakang bangku kuliah, sedangkan dia ada di baris depan bangku kuliah. Dia rajin mencatat, dan aku malas mencatat. Wajar kalau dia kebanjiran nilai A dan aku
kebanjiran nilai B atau malah C. Dia adalah orang yang paling
sabar se-MIPA, hehe. Aku tidak tau harus mengungkapkannya bagaimana.
Tapi dia adalah korban kejahilanku. Mau di dunia nyata ataupun di
dunia maya aku selalu saja menggodanya. Alasan? Terkadang tak perlu
alasan untuk melakukan sesuatu, bukan?
Awal pertemuanku
denganya bukanlah pertemuan yang spesial layaknya pertemuan pertama
antara Hawa dan Adam. Aku yang waktu itu memang sok kenal langsung
cap cis cus mengajak ngobrol dia. Meski ketika aku meminta nomor HPnya tidak diberi >.< tapi itu bukanlah masalah. Lama kelamaan
kita semakin dekat, dan aku pun kadang–kadang semakin jahil, dan
dia pun sepertinya sudah semakin sabar. Kadang–kadang kita juga
berbagi sedikit cerita soal nilai, keluarga, teman, bahkan asmara.
Apa yang membuat si Pemalas seperti aku mau membuang banyak kalori untuk menggerakan jari–jari, merangkai huruf–huruf agar sedikit memiliki makna,
hanya demi menggambarkan sosok dirinya?
9 Summers 10
Autumns: Dari kota Apel ke The Big Apple.
Adalah kado ulang
tahunku yang ke-18 darinya. Jujur selama hidupku jumlah kado yang aku
terima masihlah dapat dihitung dengan jari. Merayakan ulang tahun?
Jangankan untuk beli kue tar, beli beras buat besok saja harus mikir
dulu. Ya, hidupku tak semewah kebanyakan orang. Hidupku sederhana tapi
penuh warna. Aku tau rasanya lapar, aku tau rasanya kenyang. Aku tau
rasanya lelah bekerja, aku tau rasanya nikmat tidur setelah bekerja.
Aku tak pernah
berharap mendapat kado mewah, aku paham betul siapa diriku. Tapi apa
yang dia berikan padaku? Sebuah buku penuh inspirasi pembangkit
motivasi. Dia berdalih agar aku punya semangat untuk meraih mimpiku.
Tapi sekali lagi aku paham siapa diriku, manusia biasa bertabur dosa.
Tapi sekali lagi, tahukah kalian apa yang TUHAN berikan padaku? Ya,
tuhan memberiku seorang teman, tuhan memberiku kado terbaik di usia
18 tahunku, si Kayu Manis.
Yogyakarta,
Di tanggal yang
sudah lewat dari hari ulang tahunku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang baik meninggalkan jejak. :)