Sinar mentari
mengintip dari balik gorden. Pandanganya lurus mengarah ke tubuh berbalut
selimut lembut. Kicauan beberapa pipit kecil bersendau gurau berirama dengan
tarian angin membentuk melodi pagi. Aroma coklat panas mengepul mengusik
hidung, menganggkat badan mengajakku menari. Udara perawan segera saja mengalir mengisi
penuh paru – paru, berikatan dengan hemoglobin menyebar keseluruh tubuh. Yang membuatku
segera sadar bahwa tengah terduduk gadis tercantik sembari melantunkan melodi kehidupan
disebelahku. Rambutnya terurai, menari bersama angin yang sudah riang di
suasana sepagi ini. Dia tersenyum manis melengkapi senyuman mentari di ufuk
sana. Aku duduk. Tegukan pertama coklatku menyempurnakan sebuah lukisan tuhan
yang tengah kunikmati di atas balkon kamarku. Kamar yang terletak ribuan meter
dari permukaan laut. Ribuan meter dari raungan mesin – mesin kendaraan
bermotor. Hanya suara beberapa pipit yang hendak mencari sarapan yang
terdengar. Tentu saja petikan lembut dari sebuah gitar usang oleh gadis
disebelahku, melodi yang membawa ke masa lalu.
Mentari baru
saja melambaikan tangannya, meninggalkan kami dalam kegelapan. Hanya punggung
besarnya yang masih terlihat, mulai samar, mengecil kemudian hilang. Kepergiannya
membangunkan para angin malam, mereka menari - nari membalut tubuh kami,
menusuk hingga ketulang, membawa aroma pegunungan kedalam hidung. Ratu malam
mulai muncul, dengan kuku barunya yang baru dia cat biru. Selalu dengan tato
yang sama, seekor kelinci merindukan ibunya. Di atas sana jutaan mata juga
mulai berkedip pada kami, salah tingkah, atau cemburu akan kemesraan kami. Lengan
kiriku melingkar melewati lehernya dan berakhir di lengan kirinya. Lengan kananku
sibuk menggenggam tangan kirinya yang dia letakan di atas perutku. Kepalanya tenggelam
dalam dadaku membawakan melodi yang menenangkan hati. Kaki – kakinya dia
selipkan diantara kakiku, berusaha bersembunyi dari angin malam. Dari kejauhan
tampak kunang – kunang menari indah bersama para angin. Burung hantu juga mulai
melantunkan melodi kematian pada mangsanya. Sekali lagi tuhan menyuguhkan
lukisan terindahNya pada kami.
KLOTAK. Kuasku
terjatuh. Menyadarkanku dari mimpi. Mimpi yang
kulukiskan terlalu indah. Mimpi yang sempat aku bangun bersama gadis
kecil yang menyukai petualangan. Yang kini tengah hanyut dalam petualanganya. Menikmati
setiap pelayarannya, dimana setiap pendaratanyya terdapat banyak senyuman
disana. Dia meninggalkanku, pemimpi usang. Aku mencoba menghapusnya dari
lukisan itu. Tapi itu hanyalah sebuah kanvas dengan tumpahan cat hitam di
seluruh bagiannya. Seharusnya bagian kecil tak akan terlalu berpengaruh dengan
indahnya lukisan mimpiku. Tapi yang terjadi sebaliknya. Dialah mimpiku.
Sesuatu yang
tak mungkin untuk dihapus dari kanvas itu.
Pelukis
mimpi yang mungkin usang.