Waktu terasa bergulir begitu cepat, bergulung - gulung
meninggalkan aku dengan laptop bututku terkurung di kamar gelap di ujung rumah.
Waktu seakan tanpa permisi hanya berlalu begitu saja, atau mungkin waktu sudah
menyapa hanya aku saja yang terlalu sibuk dengan duniaku sendiri. Tenggelam dalam
semangat memenangkan trofi Liga Champions dalam game Football Manager, terkadang juga hanyut dalam arus persahabatan
Natsu dan kawan – kawannya di Guild Fairy Tail. Aku tenggelam dalam duniaku,
dalam aliran waktuku sendiri, sehingga tanpa dirasa dunia luar telah begitu
banyak berubah. Dari kelangkaan BBM, hingga kelangkaan gas 3 kg, bahkan tentang
RUU Pilkada, semua berlalu tanpa sempat aku menyadari. Informasi hanya masuk
kepadaku melalui obrolan beberapa bapak - bapak yang hampir selalu nongkrong di
angkringan Pak Mamad di selokan mataram. Layaknya sekarang ini, aku mencoba
menyapa dunia luar, mencoba kembali mengikuti aliran waktu orang –orang, aku tengah
duduk tepat dipinggir selokan, memandangi pegawai – pegawai yang tengah
mengerjakan jalan baru, sembari menikmati beberapa nasi kucing dan beberapa
tusuk sate usus, sesekali juga menyeruput es tape yang tentu sangat nikmat.
Aku ingat sekali beberapa waktu lalu, tepat disaat
kelangkaan BBM terjadi di Yogyakarta, atau bahkan Indonesia. Ada sebuah
peristiwa yang sangat menghebohkan Indonesia saat itu. Ceritanya sederhana,
hanya karena kesalahpahaman seorang gadis -sebut saja Bunga- yang ingin membeli bensin
pertamax di salah satu pom bensin di Yogyakarta, tetapi Bunga tidak tahu bahwa
dia menyerobot antrian, Bunga mengira antrian panjang di pom bensin tersebut
adalah untuk mendapatkan bensin premium dan Bunga tidak tahu bahwa ternyata
antrian panjang itu juga untuk mendapatkan pertamax. Namun kemudian yang
membuat semua terkesan lebih heboh adalah ungkapan nya di media sosial, yang
bisa dibilang melecehkan Yogyakarta.
Aku juga ingat sekali waktu itu, aku tengah duduk
seperti ini, yang membedakan, disebelahku ada 3 bapak - bapak yang juga tengah
menikmati minuman mereka. Mereka berbicara banyak hal, mulai dari pertandingan
bola, hingga bisnis burung mereka, hingga pada akhirnya mereka tertarik
membicarakan kasus Bunga yang saat itu tengah hangat – hangat nya.
"Jebule sekolah duwor - duwor urung tentu iso
dadi wong apik,"
(Ternyata sekolah tinggi – tinggi belum tentu bias jadi
orang baik)
"Lha yo pancen tenan lek, wong pinter neng
goblok,"
(Betul itu mas, pinter tapi juga bodoh)
"Pinter neng goblok pie maksud mu?"
(Pinter tapi bodoh itu maksudmu apa?)
"Lha pinter, wong jenenge cah UGM, neng jebule
kelakuane goblok,"
(Yap inter orang namanya kuliah di UGM, tapi ternyata
kelakuannya kayak orang bodoh)
"Wah bener kui, paling ugm mek ngajari ilmu umum,
neng ora ngajari tata krama, duh pie nasib Indonesia ngarepe iki,"
(Weh benar itu, paling UGM hanya mengajarkan ilmu
umum, tetapi tidak mengajarkan tata krana, duh gimana nasib Indonesia
kedepannya ini)
Begitulah kira – kira percakapan yang terjadi. Aku
yang kebetulan mahasiswa UGM dan kebetulan duduk di sebelah mereka bertiga
hanya mampu menelan ludah. Hilang sudah rasa es tape yang biasanya nikmat, kini
hambar. Rasanya ingin mendebat mereka, namun ribuan kata - kata yang tersusun
seolah - olah ikut tertelan bersama es tape yang ku minum.
Aku hanya merasa kok tak pantas semua unsur UGM
disalahkan, hanya karena kelakuan Bunga. Banyak mahasiswa baik - baik yang
sering memperjuangkan hak - hak rakyat juga, ada juga mahasiswa yang meski
jarang kuliah-sebut saja aku- namun memiliki perilaku baik. Rasanya semua unsur
itu terhapus, semua menanggung akibat perbuatan si Bunga. Kepercayaan
masyarakat luntur kepada UGM, mungkin. Hal ini tak cuma terdengar di angkringan,
terkadang di warung burjo, terkadang warung - warung prasmanan juga.
Mungkin inilah rasa sebenarnya dari peribahasa GUPAK PULUTE ORA MANGAN NANGKANE. Peribahasa ini dapat diartikan tentang kesialan seseorang yang padahal tidak ikut menikmati sesuatu, tapi menerima resiko ataupun akibat. Bunga panen nangka, tentu
Bunga terkenal dimana – mana, banyak masuk stasiun TV-meski bukan niat awalnya-,
kalaupun dia terkena getah itu wajar karena Bunga yang memanen dan mungin memakan nangkanya. Akan tetapi aku yang biasanya hanya
berdiam diri di dalam kamar juga tiba - tiba terkena getah, getah dari nangka
yang dipanen oleh si Bunga.
Tapi tahukah bahwa dibalik "getah" itu juga terselip sebuah pelajaran berharga? Bukankah sebaik – baik manusia adalah manusia yang
mampu bermanfaat untuk banyak orang? Ataupun minimal lingkungannya? Nah sudah seharusnya kita -yang ingin menjadi manusia baik- berusaha untuk memberikan manfaat untuk orang lain. Kalaupun tidak bisa, setidaknya tidak merepotkan atau menyusahkan orang lain, tidak menempel getah kesana kemari. Aku juga belajar, meskipun aku belum mampu memberi manfaat pada orang lain, setidaknya aku tak ingin menysahkan orang lain. Tetapi aku juga mau mencoba untuk bermanfaat untuk orang lain, aku mau masuk ke dalam aliran waktu bersama orang - orang. Baik di depan laptop butut ku, maupun diluar aliran waktuku. Semoga tulisan ini bermanfaat.
si Bunga ini memang kontroversial ya mas :)
BalasHapusBetul mas, sebaik2nya orang adalah yg memberikan manfaat kepada orang lain, bukannya malah membuat orang lain menanggung beban yg diakibatkan oleh tingkah laku kita.
Tapi memang watak orang berbeda - beda sih mbak, untung orang Jogja baik - baik dengan mudahnya memaafkan si Bunga. terimakasih sudah meninggalkan jejak mbak. :)
BalasHapus