5 Maret 2014

Donat, Dia, Warna, Manis

Di depanku terdapat tumpukan donat penuh warna, ada yang hitam ditaburi putih, ada yang berbentuk hati dengan taburan meses merah muda, dan beberapa lilin tengah berjuang melawan api yang melahap tubuhnya. Aku memejamkan mata sejenak. Mencoba mengusik hati paling dalam, mengorek keinginan dasar hatiku. Sulit. Hatiku lama merespon. Dia takut, takut kecewa oleh harapannya sendiri.
“Aku berharap dia, mewarna bersama ku,” kataku dalam hati sebagai sebuah harapan sebelum meniup lilin ulang tahun, mata ini juga melihat ke arah seseorang.  Ini adalah harapan yang sangat egois, yang mungkin malah akan melukai lebih dalam.  Aku yakin Tuhan tau maksud kuletakkan tanda koma di dalam doa ku.
Aku melihat  ke dalam tumpukan donat, jauh ke dalam. Aku terpesona. Indah, penuh warna. Ada putih, ada merah, ada kuning, ada merah muda, ada hitam. Seperti sebuah kehidupan. Hitam adalah musibah, kesedihan, bencana. Akan tetapi tanpa hitam untaian warna – warna tadi tidak akan terlihat indah. Beberapa orang begitu mendambakan cinta, merah muda. Bayangkan saja tuhan memberikan sebuah kehidupan penuh cinta, bahagia, selalu merah muda. Apakah itu terlihat indah? Bagiku itu datar, monoton, membosankan.
Terkadang sesuatu yang kita harapkan tidak terjadi, warna yang kita inginkan tidak muncul. Itu karena tuhan tahu warna yang lebih baik untuk memperindah lukisan hidup kita. Tuhan adalah seorang pelukis, pelukis kehidupan. Merah muda juga memerlukan berapa biru, beberapa merah, beberapa putih, beberapa warna – warna lain, bahkan beberapa hitam untuk benar – benar menjadi sebuah maha karya, lukisan kehidupan yang indah.
Aku jadi melihat kebelakang sejenak, mungkin kalau saat itu aku tidak jatuh dalam kelamnya kesedihan, aku tidak akan sebahagia ini. Kalau tadi pagi ban motor ku tidak bocor, mungkin aku tidak punya kesempatan memanjatkan doa ini. Meskipun tetap kesedihan selalu melanda ketika hitam datang. Jujur, aku baru saja terjatuh ke dalam jurang keterpurukan yang sangat dalam. Gelap. Mimpi – mimpiku bahkan menguap meninggalkan diriku sendiri. Mimpi yang seharusnya menjadi sayapku rontok. Tapi pada akhirnya aku sadar, aku dapat melihat sesuatu yang sebelumnya tidak dapat kulihat dari atas. Siapakah teman sejati, yang mengulurkan tangan membantu penuh senyum, atau yang justru tertawa bahagia melihatku terpuruk. Semua terlihat dengan jelas. Aku bahkan juga mampu untuk kembali melihat senyumnya, senyum kesukaanku sejak lama. Yah, sometimes falling is the best part.
Bisa aku katakan itu adalah hitam, masa laluku hitam. Mungkin hanya sebagian, aku harus melihatnya dari jauh agar terlihat indah, mungkin. Aku jadi ingin menyimpulkan warna masalalu ku. Putih? Hmmmm, atau biru? Apa merah? Ah aku tidak tau, warna apapun itu, yang jelas itu adalah warna gemerlap penuh harta. Lalu, aku juga menjadi penasaran akan warna di masa depanku, lukisan seperti apa yang tuhan buatkan untuk kehidupanku? Ah, biarlah itu tuhan yang memutuskan, yang jelas warna apapun itu, itu masih harus diberi banyak warna. Agar hidupku menjadi sebuah mahakarya. Untuk itulah aku berharap dia, aku berharap manis.
FIUUUHHH

Lilin – lilin itu sekarang bernafas lega setelah diselamatkan dari lumatan api, doa – doaku pun berlari penuh harap kepada tuhan. Menyisakan tumpukan donat untuk menjadi korban para insan kelaparan. Selamat ulang tahun Redo Febri Yanto. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik meninggalkan jejak. :)