Sehat itu murah, menjaga
kesehatan itu mudah. Akan tetapi banyak yang mengingkari, sampai pada akhirnya
justru sehat itu terasa mahal ! Apalagi ketika sudah jatuh sakit, obat - obatan
adalah sarana yang mahal, yang sangat mencekik bagi kaum golongan menengah ke
bawah. Bagaimana hanya bercuap - cuap selama 19 menit bersama dokter(spesialis)
mengeluarkan biaya ratusan ribu, hanya bercuap - cuap! Padahal kesehatan itu
adalah hak segala bangsa oleh sebab itu(?)... Jangan jerat saya dengan hukum
penyelewengan UUD ya... :p
Selain harga obat - obatan
yang selangit, dokter - dokter di wilayah pelosok - pelosok masih lah sangat
minim. Perlu perjalanan hingga 1 jam untuk sekedar berobat. Bayangkan apabila
tiba - tiba seseorang terkena serangan jantung, patah kaki, patah kepala, dan
harus menempuh 1 jam untuk menemui dokter. Saya yakin arwah orang tersebut
sudah sempat bermain poker di akhirat sana, barulah jasad nya sampai pada
dokter(hanya untuk yang percaya kehidupan setelah kematian). Menurut saya
inilah salah satu faktor yang menyebabkan BANYAK nya kasus bunuh diri di
wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta. Salah satu. Banyak orang yang lebih memilih
mati ketimbang sakit maag dan darah tinggi berkepanjangan. Meski banyak faktor
lain yang mempengaruhi juga, kadang merasa tidak dipedulikan anak - anaknya
yang jauh diperantauan, merasa seolah - olah dunia sudah tak menginginkannya
hidup lagi, maka banyak yang memutuskan gantung diri. Gunung kidul memang
sebagian tanah nya berbatu, bisa dibilang kurang subur, tetapi sebenarnya memiliki
wisata alam yang luar biasa indah.
Hal unik lainnya adalah,
kebanyakan warga di pelosok daerah kesulitan dalam membaca tulisan. Mungkin
buta huruf, mungkin juga kondisi mata yang sudah tak memungkinkan untuk
membaca. Dengan kondisi seperti itu, apoteker(atau apalah yang memberikan obat
ke pasien) memberikan keterangan pada obat dengan tulisan, tulisan yang sangat
kecil, yang mustahil untuk dibaca. Bahkan saya pernah dipanggil ke RT lain
hanya untuk membacakan tulisan yang tertera di obat, 3xsehari dan kawan - kawannya.
Memang di Gunung Kidul jumlah pemuda nya bisa dibilang sedikit, banyak yang
merantau. Seharusnya dunia kedokteran berfikir kreatif, bukan dengan tulisan
tapi dengan warna bungkusnya. Merah untuk sebelum makan, hijau untuk sesudah
makan, putih saat makan(nasi). Lalu bagaimana yang buta warna mas? Wah, iya,
tak boleh ada diskriminasi kan, jadi gunakan warna yang dapat dibedakan oleh
penderita buta warna. Lalu untuk yang benar - benar buta bagaimana? Hmmm.
Sepertinya juga harus ditambahkan tulisan dengan huruf braile(bener gak sih,
huruf yang timbul - timbul gitu) pada pembungkus obat nya. Lalu gimana buat
yang buta, dan tak punya tangan juga? Tak mampu meraba - raba? Aah, syudah lah,
saya nyerah. Pokoknya apoteker atau dokter, lebih telaten lah dalam menjelaskan
penggunaan obat pada orang tua atau pasien lanjut usia, sampai pasien paham,
tak salah minum obat, pasien sehat. Jadilah pahlawan kesehatan dunia, jangan
dirimu mengejar uang, kejarlah kebaikan. Calon dokter juga loh, jangan hanya
memikirkan karir sendiri, insyallah calon dokter yang baik dimudahkan jodohnya.
Hidup Indonesia! Indonesia sehat!!! Saya cuma curhat!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang baik meninggalkan jejak. :)